Artikel Guru


WASPADI SETRESS PADA SISWA

Oleh: Slamet Winarto, S.Pd

Tak terasa tahun telah berjalan dan sebentar lagi bagi anak didik kita yang saat ini sedang mengenyam dibangku kelas VI untuk SD/MI, kelas IX untuk SMP/MTs dan kelas XII untuk SMA atau kelas III untuk SMK. Ujian Nasional yang saat masih menjadi momok dan sangat menghantui bagi siswa masih terus menyerang pada diri anak, orang tua ataupun guru. Bagaimana tidak karena itulah yang menentukan nasib mereka ke depan. Tak aneh kalau setelah saat-saat pengumuman kelulusan media masa banyak memuat berita yang membuat kita merinding dan prihatin. Bayangkan saja gara-gara tidak lulus seorang siswa nekad bunuh diri, gara-gara tidak lulus seorang siswa nekad merusak sekolahan, dan mungkin masih banyak lagi berita-berita semacam itu. Mungkin kalau kita mendengar berita semacam itu hanya satu kata sebagai ungkapan “stress”.

Ironisnya banyak orang tua ataupun guru yang belum menyadari betul tentang bahaya stress yang saat ini menjadi penyakit modern yang melanda sebagian besar masyarakat kita. Umumnya stress selalu dikaitkan dengan sesuatu yang menegangkan, memberatkan dan menyakitkan atau sebagai suatu keadaan dimana terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan kemampuan individu untuk berinteraksi. Sasaran penyakit ini bias siapa saja tidak saja pada bayi, anak-anak, remaja bahkan orang dewasa sekalipun. Sebagai orang tua dan guru yang setiap harinya selalu berhadapan dengan anak/siswa setidaknya tahu dan mengerti secara dini tanda-tanda jika anak didiknya terserang gejala stress dan mengerti bagaimana cara dalam menghadapinya.

Bagaimana Bisa Terjadi Stress pada Siswa?

Disadari atau tidak sebagai guru atau orang tua tentu selalu menuntut atau membebani anak diluar dari kemampuannya. Misalnya: keharusan untuk menguasai materi pelajaran, keharusan untuk mendapatkan nilai yang baik, keharusan untuk dapat lulus dengan nilai yang baik, belum lagi tuntutan dari orang tua di rumah yang kadangkala melarang tidakan si anak tanpa disertai keterangan atau alas an yang jelas. Memang pada umumnya guru dan atau orang tua lebih bersifat dogmatis, sementara pada diri anak dianggap sebagai hal yang membelenggu dan membosankan.

Figur dan kesuksesan orang tua/guru ternyata bias juga menanggung beban jiwa pada diri anak, setidaknya akan dibebani sebah kalimat, “Lho itu kan anaknya si Itu,… kok begitu ya..?”, “Lho itu kan muridnya pak Anu, kok……”, “Lho itu kan siswa SMP itu, kok….” Dan sebagainya. Mendengar ocehan semacam itu tidak menutup kemungkinan bisa terjadi stress mendadak pada diri anak/siswa. Stress juga dapat disebabkan oleh teman-teman anak didik di sekolah. Terlebih kenakalan-kenakalan remaja yang juga sering muncul kepermukaan terutama dilingkungan sekolah. Misalnya saja dijahili atau diganggu anak lain sehingga memunculkan tekanan jiwa pada anak, gagal dalam ulangan atau tidak lulus dalam ujian, persaingan prestasi dan sebagainya. Pendek kata seorang siswa dapat terserang penyakit stress dikarenakan beberapa hal: bias karena perilaku orang tua atau gurunya di sekolah, teman sebaya, dari dirinya sendiri atau sebab-sebab lain yang tidak sejalan dengan selera dan keinginannya.

Gejala Apa Yang Perlu Diwaspadai?

Jika seorang siswa yang tiba-tiba kelihatan cemas tanpa sebab yang jelas, lekas marah atau tersinggung, menangis, tiba-tiba menjadi agresif dan perusak, tiba-tiba menjadi pemurung, tiba-tiba menjadi pelupa dan peragu, letih, lesu kurang bersemangat, atau sering mengeluh sakit kepala, sakit perut atau sesak nafas. Disinilah seorang guru harus tanggap dan waspada karena semua itu adalah salah satu dari sekian gejala anak mengalami stress.

Ciptakan anak selalu Gembira di Sekolah

Pada dasarnya ada yang perlu dibenahi dalam pola pengajaran di sekolah-sekolah kita. Mayoritas anak didik di sekolah “stress” karena kelebihan beban muatan dan tidak bisa menikmati suasana sekolah yang ada, sehingga dapat dikatakan mereka kehilangan waktu anak-anak mereka. Sering kali guru juga memperlakukan mereka sebagai orang dewasa kecil, bukan sebagai anak-anak yang mempunyai alam dan dunianya sendiri. Pembelajaran yang menggembirakan tentunya akan dapat mengurangi beban pada anak. Siswa tidak hanya dikurung dalam ruang belajar, tetapi mereka juga belajar di ruang terbuka, atau diarena berbain yang edukatif, membuat pelajaran yang selama ini mengawang-awang menjadi relevan dengan kehidupan sehari-hari. Saat diajak ke pasar misalnya mereka dapat belajar banyak kompetensi secara bersama.

Bagaimana Stress dapat kita tanggulangi?

Kita sadar bahwa stress dapat terjadi kapan saja dan tidak dapat kita hindari seratus persen. Namun setidaknya kita sebagai guru dapat mencegah dengan perilaku dan tindakan yang positif, antara lain: a) Seorang guru harus menyadari posisinya. Selain sebagai guru juga bertindak sebagai orang tua di sekolah, adakalanya sebagai sahabat anak, sebagai pengaraah, pengayom, pembimbing dan dapat memberikan solusi pemecahan masalah yang hadapi anak didiknya., b) Sebagai guru harus pandai membujuk dengan halus manakala anak didiknya mengalami kesulitan. Tidak naik kelas, tidak lulus ujian atau kesulitan lainnya, karena bagaimanapun juga orang tua dan gurulah sebagai tempat untuk mengadi segala kesulitan yang dihadapinya. C) Jangan pernah kita “memaksa” dengan “kekuasaan” untuk mencetak anak seperti dirinya. Biarkanlah mereka berkembang kepribadiannya, hindari mengkritik anak didik terlalu banyak. d). Jadilah seorang pendidik yang bijaksana. Mereka membutuhkan belaian kasih saying, sayangilah anak didik kita sepenuh hati. Ajarilah mereka dengan pengetahuan dan ketrampilan yang berbeda dengan kita, karena jaman yang akan ditelusuri dan dijalani besok akan sangat berbeda dengan jalan kita. Guru yang bijaksana adalah sorga bagi anak didiknya.

No Response to "Artikel Guru"

Posting Komentar

Photo Gallery